
Brita7.online-Setelah konflik antara Israel dan Palestina yang berlangsung selama 11 hari, akhirnya kedua pihak sepakat melakukan gencatan senjata.
Amerika Serikat berjanji akan memberikan bantuan dan dukungan pembangunan kembali Gaza yang sudah hancur lebur akibat serangan udara Israel.
PBB juga sudah siap mengucurkan bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina.
Namun proses rekonstruksi dikhawatirkan tidak berjalan mulus. Selama ini selalu ada konflik menahun antara Hamas dan OP(Otoritas Palestina).
Inilah yang jadi salah satu sebab rumitnya konflik Israel dan Palestina dan sulit diselesaikan selama bertahun-tahun.
Dalam proses rekonstrusi Gaza nampaknya pihak Hamas tidak akan dilibatkan karena mereka berstatus yang mereka sandang.
Amerika Serikat, Eropa dan sejumlah negara Arab memberi cap Hamas sebagai kelompok teroris.
Rencananya soal rekonstrusi hanya akan melibatkan OP (Otoritas Palestina) yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas.
Presiden Mahmoud Abbas keberadannya memang diakui oleh PBB dan dunia internasional.
Palestina lewat OP memiliki status sebagai negara pengamat non-anggota jadi bukti adanya pengakuan PBB.
Dilansir dari Kalbarterkini dengan judul artikel Rekonstruksi Gaza Tak libatkan Hamas: Awas, Gencatan Senjata Terancam, proses rekonstrusi ini tentu akan menyebabkan banyaknya aliran dana dari negara donor.
Sebagai saingan utama OP, Hamas yang mengklaim diri sebagai penguasa Palestina diprediksi bakal menggunakan segala cara. Tidak heran bukan, karena ini menyangkut urusan uang.
Tidak Tertutup kemungkinan Hamas akan melakukan provokasi seperti memancing kembali emosi Israel agar supaya gencatan senjata terganggu.
Bila gencatan senjata dilanggar, analis meramalkan perang pasti terulang.
Ini sudah dilakukan Hamas. Ketika menabuh genderang perang pada 10 Mei 2021 malam, mereka lebih dulu menyerang dengan 51 rudal ke Israel.
Serangan ini segera dibalas oleh Israel tanpa henti sampai detik-detik terakhir menjelang gencatan senjata.
Bila provokasi Hamas sukses, pertempuran lebih dashyat bakal meletus.
Apalagi sejumlah lawan politik Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam gencatan senjata itu, dan menyebut Israel mengalah kepada teroris’.
Sebagaimana taktik Hamas dalam perang-perang sebelumnya dengan Israel, Hamas tidak pernah bergeser dari wilayah sipil.
Mereka lagi-lagi menjadikan manusia sebagai tameng hidup.
Rakyat tak berdosa pun akan menjadi korban. Israel akan mendapat tuduhan brutal dan Hamas mampu mendulang simpati komunitas Islam internasional. Strategi ini yang selalu digunakan oleh Hamas.
Banyak analisis yang menyebutkan, taktik Hamas tercium akan berulang.
Pasca gencatan senjata, bukannya gembira atas berhentinya perang, ratusan pemuda Palestina membawa bendera Hamas,melemparkan bom molotof, batu, dan benda-benda keras lainnya ke arah petugas polisi yang mengamankan aksi.
Sebagaimana dikutip dari The Associated Press (AP), Sabtu, 22 Mei 2021, para mediator Mesir mengadakan pembicaraan untuk memperkuat gencatan senjata Israel-Hamas, ketika orang-orang Palestina di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas, melakukan aksi-aksi anarkis.
Rumitnya konflik Israel dan Palestina karena adanya konflik internal di dalam Palestina sendiri.
Dari warga Palestina sendiri ada yang tidak mendukung Presiden Abbas, yang note bene mendapat dukungan Internasional.
Presiden Abbas menjadi titik kontak dalam setiap diplomasi dengan Amerika Serikta.
Sementara posisi Hamas dimata Israel baik negara Barat (termasuk AS) adalah teroris. Sehingga sulit bagi Hamas untuk bisa berada dalam meja perundingan.
Beberapa jam setelah gencatan senjata ribuan warga Palestina meneriakan makin protes pada Abbas dan menyebutnya sebagai Anjing otoritas Palestina.
Walau posisi Abbas di dalam negeri lemah, tetapi dia punya posisi kuat di dunia internasional.
Bisa dipastikan dalam pertemuan dengan Menlu AS Antony Blinken, Abbas akan meningkatkan tuntutan rekonsktruksi Gaza melalui OP dan ini akan semakin melemahkan posisi Hamas. (JTN)