Pengamat Kebijakan Publik Dan Pendiri SMAN 30 Kabupaten Tangerang : Pengadaan Lahan Sekolah Harus Di Kaji Ulang.

Tangerang (Brita7.online) – Rencana pembangunan sekolah SMAN 30 Kabupaten Tangerang menuai polemik di kalangan masyarakat, Pasalnya, lokasi pembangunan rencananya akan menggunakan lahan hijau. atau lahan sawah yang dilindungi (LSD). Selasa, (22/11/2022).

Pakar Pendidikan Kabupaten Tangerang Endi Biaro mengatakan, Asas Kebijakan Publik, bahwa keputusan penunjukan lokasi mestinya dilakukan secara partisipatif, atau memperlakukan warga sebagai penerima manfaat atau tokoh, baik pemerintahan desa, kecamatan dan intansi terkait untuk di undang diajak diskusi dan berdialog, tapi dibuka segala dokumen yang dibutuhkan, dengan demikian, disaat memutuskan satu lokasi itu seluruh unsur kebijakan publik itu terpenuhi, baik secara keterbukaan informasi, keterbukaan dokumen, dan paling penting menghitung dampak, jangan sampai lokasi yang ditunjuk misalnya itu menyulitkan akses warga masyarakat yang memiliki anak dan berkeinginan sekolah disana. atau dijona yang rawan banjir atau bahkan lokasi yang tidak ideal, misalnya lokasi lahan produktif yang masih digarap oleh para petani, dan lokasi sawah yang dilindungi (LSD) yang tidak bisa dialih fungsikan peruntukan dan kegunaannya, dan itu tidak boleh terjadi.

“Dengan demikian, saya pribadi menilai dan menangkap ada nuansa kebijakan publik yang di paksakan, yang tidak sesuai, dengan beberapa usulan yang sudah di usulkan oleh pihak desa, kecamatan serta kantor cabang dinas (kcd) kabupaten tangerang,” ucapnya.

Pemerintah ini hanya liding sektor saja, tapi dia tidak boleh melakukan pemaksaan dan cat off, dibuat gelap secara prosesnya, dan kalau itu terjadi resikonya sangatlah besar, resikonya pertama dari administrasi publik banyak celah yang bisa mengundang banyak gugatan, dan bisa di pastikan, proses ini jika di paksakan itu akan ada dampak ekses yang luar biasa, ekses hukum, ekses dokumen yang tertutup, kemudian merugikan warga dalam jangka panjang, mestinya ini dalam prinsip yang diutamakan adalah user, publik, warga dan masyarakat yang harus di dengar, dan harus diutamakan kepentingannya, apakah mereka keberatan, apakah mereka menunjuk lokasi lain yang sesuai usulan atau bahkan lebih ideal, aksesnya mudah, transportasi publik juga tersedia di jalan utama, dan tidak mengganggu tata ruang, daerah rawan banjir, tidak menyikat atau mengalihfungsinkan lahan produktif, dan itu yang paling penting.

“Kalau Pemerintah itu harusnya mengikuti button up, dari bawah, dan bukan dari atas, karena mereka sebagai pengambil kebijakan, bukan powet pull harus memaksakan kehendaknya yang tidak sesuai usulan,” ungkapnya.

Salah satu instrumen hukum yang harus diperhatikan oleh dinas pendidikan provinsi banten, adalah larangan, yaitu larangan mengalihfungsikan lahan sawah yang dilindungi (LSD), itu harus di hormati karena itu adalah instrumen regulasi yang jelas dan terang benerang, bahkan mungkin dokumen RTRW nya harus bisa di akses.

“Tapi sekarang yang kami minta dan yang kami tuntut kepada pemerintah, tolong dibuka itu dokumen studi di kelayakannya, biar kami sebagai masyarakat dan pengamat kebijakan bisa membaca rekomendasinya, dan parimeternya seperti apa, apakah layak kami bisa menjelaskan kepada masyarakat, apakah falimeternya layak lahan yang sekarang ditunjuk untuk dibangun sekolah, yang ada di desa kaliasin, kecamatan sukamulya, apakah memenuhi dari segala unsur, kalau tidak maka pemerintah wajib menunda atau menggantikan ulang untuk lahan yang diusulkan, atau bahkan mengadakan rekalkulasi, diulang dan diundang lagi para stekholder, diundang lagi para warga masyarakat serta tokoh, itu jauh lebih fair dan lebih bijaksana,” paparnya dengan nada lantang dan tegas.
Tidak boleh mata rantai kebijakan ini di putus begitu banyak, dokumen digelapkan dan di tutup tutupi, dan kemudian langsung jadi, itu kemudian yang tidak boleh.

“Dinas pendidik melawan hukum, instrumentasi hukumnya yang mengatur regulasi itu kan jelas, saya kira ini fatal, kalau institusi negara penyelenggara pemerintahan, yang kemudian tidak menghormati regulasi yang dibuat sendiri,” pungkasnya.

Benar memang Dinas Pendidikan Provinsi Banten ada liding sektor, tapi pada prinsipnya dari berbagai pihaknya harus setara, atau partisipatif dan itu yang kami minta, bukan semata mata soal penunjukan lokasi, tapi proses tahapannya harus dibikin matang dan dibuat secara detail.

“Bukan tidak hanya akomodatif kalau langkahnya seperti itu, kalau mengabaikan dari rekomendasi berbagai pihak, tapi yang saya bilang tadi penyalahgunaan kekuasaan itu, akan menonjol betul, dan artinya ada desai kekuasaan yang di jalankan, dan bukan desain Partisipatif, saya kira ini persoalan yang bukan misteri, dan bukan sesuatu yang gelap gulita,” paparnya.

Titik terang dan komitmen politik dan niat baik, dinas pendidikan provinsi banten harus melengkapi beberapa dokumen, itu adalah langkah yang untuk menghormati aturan main dan regulasi, dan kata kuncinya itu adalah disitu, kalau kami medengar saat ini ada lokasi di desa kaliasin yang diukur dan disepakati untuk ditunjuk padahal bukan itu keinginan banyak warga, dan memang kami ukur juga.
“Instrumen yang di abaikan, untuk menentukan lokasi sekolah harus memakai GIS dan saya sudah mengukur dengan citra satelit itu, titik yang ideal itu bukanlah disitu, desa kaliasin, itu sangat terlampau berdekatan dengan kecamatan lain, kecamatan kresek, dam resikonya nanti kedepannya pada zonasi sekolah, ada anak didik yang di desa sekiataran kecamatan sukamulya, contoh desa bunar dan desa kebang, tidak akan terakomodasi dan terakomodir secara zonasi,” ujarnya.

Malah kecamatan kresek dan beberapa kecamatan tetangga lain yang bisa masuk di jalur zonasi, dan akan berdampak kepada zalur zonasi yang berantakan, kemudian kedepann juga akan tidak ideal kalau dipaksakan di titik desa kaliasin.

“Mata rantai yang terputus, dokumen fisabilitis studi tidak di ungkap, padahal itu salah satu prosedur kemudian berkali kali warga melakukan rekomendasi, audiensi, hearing, bahkan membuat petisi penolakan, bahkan ada lokasi yang ideal yang ditawarkan, jadi apalagi namanya kalau bukan keputusan yang gelap, dan tidak boleh di biarkan,” tutupnya.

Pendiri SMAN 30 Sekaligus Tokoh Pendidikan Kabupaten Tangerang, Abah KH.Jasmaryadi mengatakan, Pendirian SMAN 30 Kabupaten Tangerang adalah korban dari zonasi, karena tidak masuk di beberapa sekolah, ke balaraja tidak bisa, ke kresek tidak bisa dan ke kronjo pun tidak bisa, dengan inisiatif saya sebagai pendiri membuat usulan kepada provinsi banten, melalui dinas pendidikan provinsi banten, dan di respon baik, sehingga berdirinya SMAN 30 Kabupaten Tangerang.

“Banyak dukungan dari masyarakat, dari beberapa anggota DPRD, dan support dsri berbagai pihak lainnya, sehingga kepala dinas pendidikan provinsi banten menerima dan menyetujui pendirian SMAN 30 Kabupaten Tangerang, dengan membuat surat permohonan peminjaman ruang kelas ditunjukan kepada Bupati Tangerang, dan disetujui oleh Bapak Bupati Tangerang dan dipinjamkan gedung SDN 03 Parahu Kecamatan Sukamulya, Dan izin operasional di berikan izin oleh kepala dinas pendidikan provinsi banten,” ucapnya (Mad)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here