Kisah Nyata Dusun Legetang Hilang Dalam Semalam

Jawa Tengah (Brita7.online) – Di balik panorama indahnya, Dataran Tinggi Dieng, menyimpan potensi bahaya terutama bagi warga yang tinggal di sana. Selain bahaya yang muncul dari letusan gunung api, bahaya juga bisa muncul dari peristiwa tanah longsor terutama saat datang musim hujan. Bahkan, tanah longsor di sana pernah membuat satu desa hilang dalam semalam.

Ini kisah pilu tentang Dusun Legetang di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Legetang adalah sebuah dusun yang bersama ratusan warganya ‘hilang’ dalam semalam, 67 tahun silam.

Itulah yang terjadi pada Dusun Legetang. Dusun yang saat itu berada di Desa Pekasiran, sebuah desa di pegunungan Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, dan dihuni 450 jiwa itu rata dengan tanah karena tertimbun longsoran Gunung Pengamun-amun dalam semalam.

Dikutip dari berbagai sumber, bencana tanah longsor yang meleyapkan Dusun Legentang terjadi pada 17 April tahun 1955 pukul 23.00. Saat malam nahas itu terjadi, hujan deras tengah mengguyur kawasan dusun Legetang dan sekitarnya.

Saat tengah malam tak lama setelah hujan reda, terdengar suara gemuruh yang terdengar hingga ke desa-desa tetangga. Namun tidak ada satu pun warga yang berani keluar karena suasana saat itu sangat gelap dan jalanan amat licin.

Pada pagi harinya, masyarakat yang ada di sekitar Dusun Legetang baru keluar dari rumah. Mereka terkejut ketika melihat puncak Gunung Pengamun-Amun yang tak jauh dari sana sudah terbelah.
Tapi mereka lebih terkejut lagi manakala melihat Dusun Legetang sudah tertimbun tanah dan bahkan sudah menjadi sebuah bukit. Dengan kata lain longsor dari puncak gunung itu telah mengubur seluruh warga di desa itu.

Anehnya Legetang dan Gunung Pengamun – Amun terpisah jarak ratusan meter, bahkan parit yang berada tepat di bawah lereng gunung itu justru tak tersentuh longsoran tanah. Maka, tak heran apabila warga sekitar Dieng, Jawa Tengah mengenang peristiwa nahas itu sebagai ‘tanah terbang.

Kini, Dusun Legetang tinggal nama, dikenang dengan sebuah tugu beton setinggi 10 meter. Tugu yang berdiri tegak di tengah ladang kentang milik warga itu sebagai penanda pernah terjadi bencana yang luar biasa.

Hilangnya Desa Legetang sering dikaitkan dengan cerita tentang kisah kaum Sodom dan Gomorah. Kedua kaum itu diceritakan senang bermaksiat hingga kedua kaum itu ditimpakan azab yang sangat pedih. Hal inilah yang diduga juga terjadi di Desa Legetang.

Masyarakat di Dusun Legetang pada umumnya ahli maksiat. Perjudian di dusun ini merajarela. Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger, yang acapkali berujung pada perzinaan. Beragam kemaksiatan lain sudah dinilai terlalu parah di dusun ini. Sehingga pada akhirnya alam murka dan memberi hukuman atas perilaku mereka.

Puluhan tahun berlalu, saat ini bagian luar tugu tampak lapuk dimakan usia. Tidak ada tulisan khusus pada tugu itu yang menceritakan peristiwa tragis masa lalu. Satu-satunya data yang bisa dijumpai pada tugu itu adalah pahatan marmer berisi daftar bencana di pegunungan Dieng berikut jumlah korban.

Pahatan tersebut berada di Desa Kepakisan, sebelah timur Desa Pekasiran, atau tepatnya di pertigaan menuju ke objek wisata kawah Sileri. Di pahatan itu tertulis jumlah korban jiwa akibat terkuburnya Dusun Legetang

Peristiwa tragis 67 tahun silam itu direkam dalam ingatan warga Desa Pekasiran. Hanya saja, saat ini sebagian besar warga itu sudah meninggal dunia. Kini, anak dan cucu mereka yang melanjutkan sebagai penutur kisah ‘hilangnya’ Dusun Legetang.

Salah satunya adalah Isnurhadi, salah satu tokoh masyarakat di Desa Pekasiran. Ia mengatakan, tanah longsor di Dusun Legetang terjadi malam hari saat musim hujan. Tanah longsor itu mengakibatkan semua warga di dusun tersebut tewas tertimbun.
“Semua yang ada di Dusun Legetang tidak ada yang selamat. Semuanya wafat tertimbun longsor,” kata Isnurhadi.(Red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here