Kabul (Brita7.online)-Taliban akan mengandalkan uang Tiongkok untuk kebangkitan ekonomi Afghanistan. Dalam wawancara yang diterbitkan surat kabar Italia, La Repubblica pada Kamis (2/9/2021), juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengakui Taliban akan sangat bergantung pada pembiayaan dari Tiongkok.
“Tiongkok adalah mitra terpenting kami dan rmerupakan peluang fundamental dan luar biasa bagi kami, karena siap untuk berinvestasi dan membangun kembali negara kami,” kata juru bicara Taliban seperti dikutip dalam wawancara.
Taliban menguasai ibu kota Afghanistan, Kabul, pada 15 Agustus ketika pemerintah negara yang didukung Barat runtuh, mengakhiri perang selama 20 tahun di tengah kekhawatiran keruntuhan ekonomi dan kelaparan yang meluas.
Menyusul keberangkatan pasukan asing yang kacau dari bandara Kabul dalam beberapa pekan terakhir, negara-negara Barat sangat membatasi pembayaran bantuan mereka ke Afghanistan.
Mujahid mengatakan Jalur Sutra Baru, satu inisiatif infrastruktur Tiongkok untuk membuka rute perdagangan, dijunjung tinggi oleh Taliban.
“Ada tambang tembaga yang kaya di negara ini, yang berkat Tiongkok, dapat dioperasikan kembali dan dimodernisasi. Selain itu, Tiongkok adalah akses kami ke pasar di seluruh dunia,” tambah Mujahid.
Mujahid juga menegaskan bahwa perempuan akan diizinkan untuk melanjutkan studi di universitas di masa depan. Dia mengatakan wanita akan dapat bekerja sebagai perawat, di kepolisian atau sebagai asisten di kementerian. Tetapi Mujahid mengesampingkan kemungkinan bahwa akan ada menteri wanita.
Afghanistan sangat membutuhkan uang, dan Taliban tidak mungkin mendapatkan akses cepat ke aset sekitar US$ 10 miliar (Rp 142 triliun) milik pemerintah Afghanistan yang sebagian besar ditempatkan di luar negeri oleh bank sentral Afghanistan.
Awal pekan ini, Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan “bencana kemanusiaan” yang meningkat di Afghanistan dan mendesak negara-negara untuk menyediakan dana darurat karena kekeringan parah dan perang telah memaksa ribuan keluarga meninggalkan rumah mereka.
Guterres menyatakan keprihatinannya yang mendalam pada krisis kemanusiaan dan ekonomi yang semakin dalam di Afghanistan. Dia menambahkan bahwa layanan dasar warga Afghanistan terancam runtuh sepenuhnya.(BS)